Kereta api Bima
Kereta api Bima adalah kereta api
kelas eksekutif satwa yang dioperasikan PT Kereta Api Indonesia (Persero) di Pulau Jawa dengan jurusan Stasiun
Gambir (GMR) - Stasiun Surabaya Gubeng (SGU) dan Stasiun Surabaya Gubeng (SGU) - Stasiun
Malang (ML) dan
sebaliknya. Uniknya, kereta api ini tidak melalui jalur utara, tetapi melalui
jalur selatan, karena untuk meningkatkan okupansi penumpang yang naik kereta
api rute Jakarta-Surabaya yang melalui jalur selatan. Lain halnya dengan Kereta api Sembrani dan Argo Bromo Anggrek yang juga berangkat dari Gambir,
namun melewati Cikampek,Semarang Tawang, dan tiba di Pasar Turi. Meskipun kelas satwa, KA Bima
adalah KA Eksekutif sekelas Argo dan menggunakan kereta Argo, dalam hal ini adalah
KA eks-Argo Bromo (K1 0 95 xx JAKK). Kereta ini merupakan kereta api
eksekutif AC Central pertama dan tertua yang sampai saat ini masih beroperasi
di Indonesia.
Kereta api Bima pertama
kali diluncurkan pada tanggal 1 Juni 1967 mengawali sejarah pengoperasian kereta api berpengatur suhu ruangan/ Air Conditioner bersistem Modern di Indonesia. KA ini
melayani perjalanan koridor Jakarta -Surabaya lewat Purwokerto, Yogyakarta,
Solo, dan Madiun.
Asal-usul
nama
Nama Bima merupakan singkatan dari Biru Malam, karena, pada awal
peluncurannya, rangkaian kereta api ini bercat biru dan beroperasi pada malam
hari. Selain itu, kata Bima dianalogikan pula dengan nama dari salah satu tokoh
Mahabharata, Bima yang memang digambarkan memiliki
karakter tubuh tinggi besar, kukuh, kekar, kuat, dan pemberani. Karakter itu
dilekatkan pada KA Bima untuk menggambarkan keandalan perjalanan dan kualitas
pelayanannya yang selalu siap dalam berbagai keadaan.
Sejarah
Kereta tidur
KA Bima ini diresmikan
pada tanggal 1 Juni 1967 dengan menggunakan kereta tidur berwarna biru buatan
pabrik Waggonbau Görlitz, Jerman Timurdan menjadi KA pertama yang
menggunakan kereta pembangkit (DPPW). Awalnya peta rute KA ini mengikuti arah
pendahulunya,Bintang Sendja. Yaitu, setelah dariJakarta Gambir melewati Cirebon, kemudian melewati Semarang, kemudian menuju Kedungjati danSolo Jebres serta Madiun danJombang, hingga akhirnya tiba diSurabaya. Tetapi, beberapa minggu
berikutnya, rute KA diubah hingga melewati Purwokerto danYogyakarta, hingga sekarang.
Selama dekade 1960-an hingga
awal 1980-an, KA Bima beroperasi dengan stamformasi (urutan rangkaian): satu buah
lokomotif (berstriping/livery hijau-kuningPNKA/PJKA),
dua kereta SAGW (eksekutif kelas I), dua kereta SBGW (eksekutif kelas II), satu
kereta FW (makan), dan satu kereta DPPW (pembangkit) plussatu kereta bagasi; semua
gerbong berwarna biru tua. KA ini menjadi KA eksekutif AC pertama di Indonesia
dan menjadi KA yang populer. Ada kebanggan tersendiri (prestise) bagi siapa pun
yang pernah menaiki KA Bima. Apalagi pada masa itu, kenyamanan moda
transportasi lain tidak mampu menyamai kenyamanan yang ditawarkan KA Bima.
Kualitas pelayanan KA Bima sekelas denganhotel berbintang, sehingga menghemat biaya
akomodasi dan transportasi sekaligus. KA Bima juga menghiasi berbagai media.
KA Eksekutif
Tahun 1967-1984 menjadi masa-masa indah KA Bima
sebagai KA tidur. Akan tetapi, dengan alasan sosial daripada alasan finansial,
kereta SAGW akhirnya dihapus. Sebagai persiapan, PJKA akhirnya mengimpor dua rangkaian
kereta eksekutif buatan pabrik Arad,Rumania, bernomor seri K1-847xx(dibuat
tahun 1984,
nomor baru: K1 0 84 xx,
yang kini dipakai oleh Argo Dwipangga dan Sembrani). Rangkaian kereta ini
difungsikan untuk mengganti kereta SAGW yang berhenti beroperasi. Kereta ini
adalah kereta dengan tempat duduk, tidak seperti SAGW-nya Görlitz yang
merupakan kereta tidur.
Gerbong Arad ini
dirangkai bersama gerbong SBGW. Sementara itu, sisa gerbong tidur SAGW sempat
dipakai sebentar di layanan PJKA lainnya, seperti kereta api Mutiara Utara, Senja,
atau Mutiara
Selatan sebelum
diistirahatkan. Tiga di antaranya menjadi gerbong kenegaraan, kini menjadi gerbong
pariwisata, antara lain Nusantara, Bali, dan Toraja.
Gerbong K1-847xx ini diyakini sebagai kereta eksekutif
terburuk yang pernah dimiliki oleh PJKA. Akibatnya, pada saat itulah,
menurunlah kualitas pelayanan KA Bima. KA Bima tetap menggunakan stamformasi K1
dan SBGW (KT-677xx) hingga akhir dekade 1980-an, dan setelah awal dekade 1990-an, SBGW berhenti beroperasi. Kereta
SAGW dan SBGW diubah menjadi gerbong eksekutif duduk dengan menghilangkan tempat
tidur dan menggantinya dengan tempat duduk. Sistem penomoran SAGW dan SBGW
diubah menjadi K1-67xxx (nomor
baru: K1 0 67xx).
Peran SBGW kemudian
digantikan oleh gerbong kuset (couchette). Kereta ini dimodifikasi dari
keretaekonomi buatan pabrik Nippon
Sharyo yang sudah ada
sejak 1964dengan
menambahkan AC, sekat ruangan, dan memasang tempat tidur yang paten. Namun,
hingga tahun 1995,
kebijakan Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka) yang lebih mengejar okupansi
daripada kualitas layanan membuat era gerbong tidur telah berakhir. Akhirnya,
KA Bima berubah menjadi KA eksekutif biasa.
Regenerasi
Pada tahun 1995,
lahirlah KA Argo, yakni Argo Bromo JS 950 dan Argo Gede.
Keberadaan kereta-kereta api ini menggeser layanan KA Bima dari posisi puncak
kereta unggulan. Para penumpang lebih memilih KA Argo karena waktunya yang
lebih cepat (Argo Bromo 9 jam, Bima 13 jam). Rute Argo Bromo yang melewati
lintas utara (Pantura) ini mengikuti pendahulunya, Mutiara Utara dan Suryajaya,
dan melewati kota besar seperti Semarang danBojonegoro, tidak seperti KA Bima yang
melewati Purwokerto danYogyakarta yang terkesan lebih jauh.
Faktor lain yang
mengakibatkan Argo Bromo lebih cepat adalah penguatan bantalan rel lintas Pantura yang sudah direncanakan
sebelumnya (yang dahulu bertekanan gandar rendah karena sebagian merupakan
bekas jalur trem). Dengan begitu, KA Argo Anggrek bisa dilalui oleh lokomotif
besar (CC203 saat
itu) dengan kecepatan penuh 120 km/jam. Selama bertahun-tahun KA Bima
sudah makin terlupakan. Pilihan mereka justru tertuju kepada KA semacam Argo
Bromo atau Sembrani. Perjalanan KA yang lama dan jauh mengakibatkan orang
kurang tertarik naik KA Bima.
Akan tetapi,
kemunculan Argo Bromo
Anggrek produksi PT Inkatahun 1997 (P/K1/M1 0 97 xx) membuat armada Argo Bromo
menjadi surplus. Maka rangkaian Argo Bromo dialihkan kepada KA Bima. Namun,
kereta Argo eks-JS 950 ini terkadang bisa dipakai untuk lintas utara lagi jika
kereta Anggrek mengalami masalah. Hal ini disebabkan karena jumlah kereta
Anggrek sangat terbatas serta kerjanya berlebihan sehingga mudah rusak.
Kemunculan kereta Anggrek tambahan tahun 2001(P/K1/M1
0 01 xx) mengakibatkan JS
950 dihapus mulai tahun 2002 dan rangkaiannya dipakai seterusnya untuk KA Bima,
hingga saat ini.
Pada awal tahun 2014,
KA Bima kini diperpanjang rutenya hinggastasiun Malang. Pada tanggal 1 Juni 2014 KA Bima diubah nomor gapekanya dari
33-34 menjadi 41-42. Namun ada yang menyebutkan bahwa KA Bima memiliki nomor
gapeka 41-42 (Gambir-Surabaya Gubeng pp) dan 43-44 (Surabaya Gubeng-Malang Kota
Baru pp).
Lokomotif
KA
Bima semasa ditarik CC204.
Semasa PNKA-PJKA, ada
beragam lokomotif yang paling sering digunakan, seperti BB200, BB201, atau CC200. Bagi sebagian
orang,BB301 lebih identik dengan awal-awal operasi
KA Bima. Walaupun pada tahun 1977 muncul lokomotifCC201 buatan General Electricyang
juga pernah menarik KA Bima, namun BB301 adalah loko yang paling sering
digunakan untuk menarik KA Bima. Namun, seiring menurunnya kemampuan lokomotif
BB301, pada tahun 1990, akhirnya CC201
dioperasikan sebagai lokomotif penarik KA Bima.
Mulai pada tahun 1995, lokomotifCC203 didatangkan sebagai penarik KA
eksekutif, mengganti CC201 yang saat itu turun pangkat. Akhirnya CC203 menjadi
andalan KA Bima. Namun, sejak hadirnyaCC204, CC203 dan CC204
menjadi andalan KA Bima. Namun, mulai tahun 2013, lokomotif CC206 telah menggantikan CC203 dan CC204
menjadi andalan KA Bima dan KA eksekutif lainnya juga.
Sebagai KA eksekutif
unggulan, KA Bima selalu menggunakan lokomotif yang terbaru, dalam hal ini
adalah CC206, meski sesekali menggunakan lokomotif CC203apabila stok
lokomotif CC206 dari dipo terdekat telah habis atau
ada gangguan pada lokomotif CC206.
KA
Bima tiba di Stasiun Gambir
Kereta api Bima
mulanya terbagi menjadi dua kelas kereta tidur eksekutif (SAGW/subkelas I dan
SBGW/subkelas II). Gerbong SAGW memiliki jendela lebar dengan lorong yang
berlekuk-lekuk dan kompartemen yang luas, serta diperuntukkan bagi penumpang
yang membayar tiket paling mahal. Fasilitas yang tersedia seperti lemari
pakaian, wastafel, serta tempat tidur yang dapat dilipat menjadi tempat duduk
dan menghadap arah perjalanan.[1]
Sementara itu,
gerbong SBGW memiliki kaca jendela agak pendek, fasilitas tempat tidur tiga
tingkat, dan area merokok di koridor. Bahkan di gerbong pembangkit, pegawainya
pun dapat tidur selama bertugas. Pada gerbong makan (FW) tersedia makanan
dengan sistem tuslah dan interiornya pun menyerupai restoran.[1]
Pada tahun 1997, KA
Bima kemudian menggunakan kereta api sekelas Argo (eks-Argo Bromo JS-950, kode
K1 0 95 xx) dengan
kapasitas angkut sebanyak 300-400 orang (membawa rangkaian 6-8 kereta kelas
eksekutif).
Saat ini, rangkaian
KA Bima terdiri dari 6-8 kereta kelas eksekutif argo (K1), 1 gerbong makan
(M1), 1 gerbong pembangkit (P), dan 1 gerbong bagasi (B). KA eks-Argo Bromo
yang digunakan Bima memiliki ciri khas yaitu AC yang kotak (buatan 1995),
berbeda dengan KA Argo setelahnya (buatan 1996 yang AC-nya berbentuk lebih
mengikuti lengkung atap tapi agak kotak, dan buatan 1998-2002 yang AC-nya
berbentuk melengkung). Meskipun begitu, terkadang KA Bima memakai KA Argo
generasi kedua atau KA Retrofit jendela pesawat.
Stasiun
Perjalanan Gambir - Surabaya Gubeng - Malang melalui Lintas Selatan ditempuh dalam
waktu kurang lebih 13 jam dan berhenti di stasiun Jatinegara (arah
ke Jakarta), Cirebon, Purwokerto,Karanganyar, Yogyakarta, Solo Balapan, Madiun, Jombang,Mojokerto, Surabaya Gubeng,Sidoarjo, Bangil, Lawang, Malang.
Selain itu, banyak penumpang KA Bima yang melanjutkan perjalanan ke Denpasar, Jember, Pasuruan,Probolinggo dan Banyuwangidengan
menggunakan Kereta api Mutiara Timur.
Pada pagi harinya,
rangkaian KA Bima yang berada di Surabaya digunakan untuk trayek Surabaya -
Malang. Sedangkan KA Bima yang berada di Jakarta diistirahatkan di Manggarai
untuk diberangkatkan kembali pada sore hari.
Data teknis[sunting | sunting sumber]
Lintasan perjalanan
|
Gambir-Surabaya Gubeng-Malang,
pp.
|
Lokomotif
|
|
Rangkaian
|
Dua kereta tidur kelas I (SAGW), dua kereta
tidur kelas II (SBGW), satu kereta makan (FW), satu kereta pembangkit (DPPW),
dan satu kereta bagasi (B) (1967-1984)
Dua
kereta tidur kelas II (SBGW/KT-677xx), dua kereta eksekutif (K1), satu
kereta makan (FW), satu kereta pembangkit (DPPW), dan satu kereta bagasi (B)
(1984-1991)
Dua kereta kuset (KT), dua kereta eksekutif (K1), satu kereta makan (FW), satu kereta pembangkit (DPPW), dan satu kereta bagasi (B) (1991-1997) satu kereta bagasi cargo atau bagasi parcel (B), tujuh atau delapan kereta eksekutif (K1), satu kereta makan (M1/KM1) dan satu kereta pembangkit (P). (sejak 1997-Sekarang) |
Jumlah tempat duduk
|
400 tempat duduk
|
Keterangan:
·
Pada
dasawarsa 1970-1980-an, KA Bima mengalami pergantian lokomotif di Stasiun Tugumengingat
perjalanan Gambir-Surabaya Gubeng sangat jauh.
Tarif
Tarif kereta api ini
adalah antara Rp 265.000,00 - Rp 570.000,00, bergantung pada jarak yang
ditempuh penumpang, subkelas/posisi tempat duduk dalam rangkaian kereta, serta
hari-hari tertentu seperti akhir pekan dan libur nasional. Selain itu, berlaku
pula tarif khusus yang dapat dipesan mulai:
·
Sembilan
puluh hari sebelum keberangkatan (H-90):
·
Dua
jam sebelum keberangkatan (pemesanan hanya bisa dilakukan di loket stasiun):
·
Surabaya - Madiun danMadiun-Yogyakarta maupun
sebaliknya: Rp 80.000,00
Jadwal perjalanan
Jadwal Perjalanan KA
Bima Mulai 1 April 2015
Stasiun
|
Kedatangan
|
Keberangkatan
|
KA 43/46
(Malang-Surabaya Gubeng-Gambir)
|
||
-
|
14.25
|
|
14.48
|
14.52
|
|
15.49
|
15.56
|
|
16.19
|
17.00
|
|
17.36
|
17.40
|
|
18.02
|
18.05
|
|
18.40
|
18.50
|
|
19.31
|
19.38
|
|
20.52
|
20.58
|
|
21.45
|
22.00
|
|
23.25
|
23.27
|
|
00.24
|
00.30
|
|
02.27
|
02.35
|
|
03.05
|
03.07
|
|
05.16
|
05.18
|
|
05.29
|
-
|
|
KA 44/45
(Gambir-Surabaya Gubeng-Malang)
|
||
-
|
16.45
|
|
19.00
|
19.02
|
|
19.31
|
19.38
|
|
21.34
|
21.40
|
|
22.20
|
22.28
|
|
23.07
|
23.16
|
|
23.25
|
23.40
|
|
00.46
|
01.05
|
|
01.53
|
02.00
|
|
03.16
|
03.25
|
|
04.06
|
04.08
|
|
04.43
|
04.46
|
|
05.09
|
05.12
|
|
05.48
|
06.20
|
|
06.44
|
06.46
|
|
07.43
|
07.47
|
|
08.10
|
-
|
|